Selasa, 30 Maret 2010

Prinsip Belajar Organisasi


I.  Pendahuluan
 Pembelajaran organisasi dapat meningkatkan intelektual dan kemampuan yang produktif seluruh komponen organisasi melalui komitmen dan peluang yang luas dalam organisasi.  Hal ini berbeda dari pembelajaran individu dan kelompok/ pembelajaran tim. Pembelajaran organisasi terjadi melalui sharing berbagi wawasan, ilmu pengetahuan, dan model mental organisasi.
Kemudian pembelajaran organisasi didasar pada  pengetahuan dan pengalaman yaitu, pada memori organisasi yang tergantung pada mekanisme institusional (misalnya: kebijakan, strategi, dan model eksplisit) yang digunakan untuk memelihara pengetahuan itu.
Ada beberapa dimensi dan karakteristik organisasi pembelajaran:
a)    Pembelajaran dicapai dengan sistem organisasi secara keseluruhan, hampir seakan-akan organisasi merupakan suatu otak tunggal.
b)    Para anggota organisasi mengenali kepentingan secara kritis dari pembelajaran luas organisasi yang sedang berlangsung bagi kesuksesan organisasi saat ini dan mendatang.
c)    Pembelajaran merupakan proses terus menerus, yang menggunakan strategis- terintegrasi dan berjalan seiring dengan pekerjaan.
d)    Ada suatu fokus pada kreatifitas dan pembelajaran generatif/generative learning.
e)    Pola pikir sistem bersifat fundamental/pokok.
f)     Orang-orang memiliki akses terus menerus kepada sumber informasi dan data yang penting bagi kesuksesan perusahaan.
g)    Iklim kerja sama muncul yang mana ia mendukung, menghadiahi, dan mempercepat pembelajaran individu dan kelompok.
h)   Jaringan para pekerja dalam sikap yang inovatif dan memasyarakat di dalam dan di luar organisasi.
i)     Perubahan ditangkap, dan kejutan yang tak terduga serta bahkan kegagalan dipandang sebagai peluang untuk belajar.
j)     Organisasi pembelajaran bersifat tangkas dan fleksibel
k)    Setiap orang diatur oleh suatu keinginan akan kualitas dan peningkatan yang terus menerus.
l)     Aktifitas ditandai dengan aspirasi, refleksi dan konseptualisasi.
m)  Ada kompetensi-kompetensi inti yang berkembang dengan baik yang bertindak sebagai titik yang membuka pada produk dan jasa baru.
n)   Pembelajaran organisasi memiliki kemampuan untuk beadaptasi, memperbaharui, dan merevitalisasi dirinya sendiri secara terus menerus sebagai respon atas perubahan lingkungan.

Karakteristik ini merupakan bagian dari model organisasi yang berhubungan dengan sistem yang dibentuk dari subsistem yang berhubungkan dan saling mendukung satu sama lainnya.  Jika organisasi memilih untuk fokus pada pembelajaran lebih cepat, organisasi tersebut harus mengembangkan istilah yang jelas dan umum tentang pembelajaran sehingga prinsip-prinsip yang relevan bisa diaplikasikan.

II.  Prinsip Kaizen
Menurut (Cane, 1998:27), Kaizen berasal dari kata KAI berarti  perbaikan danZEN berarti baik. Kaizen diartikan sebagai perbaikan terus menerus (continous improvement).  Ciri kunci manajemen kaizen antara lain lebih memperhatikan proses dan bukan hasil, manajemen fungsional-silang dan menggunakan lingkaran kualitas dan perlatan lain untuk mendukung peningkatan yang terus menerus.
Europe Japan Centre  dalam (Cane, 1998:265) menyimpulkan tentang Kaizen Jepang yaitu :
“Kaizen mengatakan kepada kita bahwa hanya dengan secara terus menerus tetap sadar dan membuat bertus-ratus ribu peningkatan kecil, maka dimungkinkan untuk menghasilkn barang dan jasa yang mutunya otentik sehingga memuaskan pelanggan. Cara paling mudah mencapainya adalah dengan keikutsertaan, motivasi dan peningkatan terus menerus dari masing-masing dan semua karyawan dalam organisasi. Keikutsertaan staf tergantung pada komintmen manajemen senior, strategi yang jelas dan ketabahan – karena kaizen bukan jalan pintas melainkan proses yang berjalan secara terus menerus untuk menciptakan hasil yang diinginkan”.

Konsep dasar Kaizen menurut Masaaki Imai sebagai berikut  adalah sisetem nilai Kaizen, Peranan manajemen puncak, Peranan manajemen madya dan staf, Peranan penyelia (supervisor, Peranan karyawan, dan Kaizen dan kualitas.
2.1  Sistem nilai Kaizen
Sistem nilai pokok Kaizen adalah perbaikan/penyempurnaan yang berkesinambungan yang melibatkan setiap orang dalam organisasi.  Unsur-unsur Kaizen sendiri terangkum dalam paying Kaizen (Kaizen umbrella), yang terdiri atas :
1. Fokus pada pelanggan
2. Pengendalian kualitas terpadu (Total Quality Control)
3. Robotik
4. Gugus kendali kualitas
5. Sistem saran
6. Outomatisasi
7. Disiplin di tempat kerja
8. Pemeliharaan produktivitas terpadu (Total Productive Maintenance)
9. Kanban
10.Penyempurnaan kualitas
11.Tepat waktu (just in time)
12.Tanpa cacat (zero defect)
13.Aktivitas kelompok kecil
14.Hubungan kerjasama karyawan-manajemen
15.Pengembangan produk baru

2.2 Peranan manajemen puncak
Manajemen puncak memegang peranan dan tanggung jawab untuk melakukan beberapa hal berikut :
1. Mengintroduksi Kaizen sebagai strategi perusahaan
2. Memberikan dukungan dan pengarahan untuk Kaizen dengan mengalokasikan sumber daya
3. Menetapkan kebijakan Kaizen dan sasaran fungsional silang
4. Merealisasikan sasaran Kaizen melalui penyebarluasan kebijakan dan audit
5. Membuat sistem, prosedur, dan struktur yang membantu Kaizen

2.3 .Peranan manajemen madya dan staf
Keterlibatan dan tanggung jawab manajer madya dan staf meliputi :
1. Menyebarluaskan dan mengimplementasikan sasaran Kaizen sesuai pengarahan manajemen puncak melalui penyebarluasan kebijakan dan manajemen fungsional silang
2. Mempergunakan Kaizen dalam kapabilitas fungsional
3. Menetapkan, memelihara, dan meningkatkan standar
4. Mengusahakan agar karyawan sadar Kaizen melalui program latihan intensif
5. Membantu karyawan memperoleh ketrampilan dan alat pemecah masalah

2.4 .Peranan penyelia (supervisor)
Penyelia bertanggung jawab dalam :
1. Mempergunakan Kaizen dalam peranan fungsional
2. Memformulasikan rencana untuk Kaizen dan memberikan bimbingan kepada karyawan
3. Menyempurnakan komunikasi dengan karyawan dan mempertahankan moral tinggi
4. Mendukung aktivitas kelompok kecil (seperti gugus mutu) dan system saran individual
5. Mengintroduksi disiplin di tempat kerja
6. Memberikan saran Kaizen

2.5.Peranan karyawan
Setiap karyawan memiliki tanggung jawab untuk :
1. Melibatkan diri dalam Kaizen melalui system saran dan aktivitas kelompok kecil
2. Mempraktikkan disiplin di tempat kerja
3. Melibatkan diri dalam pengembangan diri yang terus menerus supaya menjadi pemecah masalah yang lebih baik
4. Meningkatkan ketrampilan dan keahlian kinerja pekerjaan dengan pendidikan silang

2.6. Kaizen dan kualitas
Dalam lingkungan TQM, kualitas ditentukan oleh pelanggan. Bagaimanapun cara pelanggan menetapkan kualitas, kualitas selalu dapat diperbaiki secara berkesinambungan. Kaizen merupakan konsep luas yang mendorong kualitas semua orang terlibat, baik internal maupun eksternal.

Kunci pelaksanaan Kaizen
Secara garis besar ada delapan kunci utama pelaksanaan kaizen dalam kegiatan industri yaitu :
1. Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan pelanggan.
2. Memproduksi dalam jumlah kecil (small lot size)
3. Menghilangkan pemborosan
4. Memperbaiki aliran produksi
5. Menyempurnakan kualitas produk
6. Orang-orang yang tanggap
7. Menghilangkan ketidakpastian
8. Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang.

III. Analisis Pelanggan

Dalam E-dukasi.net,  Pelanggan ditinjau dari volume pembelinya adalah seseorang yang melakukan pembelian secara berulang-ulang.  Pelanggan adalah seseorang atau lembaga yang menjadi anggota (member) dari sebuah kegiatan komersial, yang dibuktikan dengan kartu anggota, dengan atau tanpa membayar keanggotaan.
Peluang Baru dari Pelanggan dapat diketahui melalui analisis pembelian yang dilakukan pelanggan, yang dikelompokkan berdasarkan:
1.    Kuantitas:  jumlah pelanggan yang meliputi pria dan wanita
2.    Tingkat Pendidikan:  TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi
3.    Tingkat Pendapatan:  Tinggi, menengah, rendah
4.    Mobilitas:  Sering bepergian dari daerah pedesaan, perkotaan, pegunungan, pantai
5.    Tingkat Kecanggihan:  Teknologi yang diinginkan
6.    Gaya hidup:  Sangat ditentukan lingkungan pergaulan
7.    Periode waktu:  pagi, siang, sore, malam / harian, mingguan, bulanan, tahunan
8.    Agama/kepercayaan:  Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, dll

Dibanyak kasus tentang strategi perencanaan pasar, langkah yang pertama kali biasa dilakukan adalah  mengan alisa  pelanggan (customer). Analisis customer terdiri dari 3 ha yaitu : (1) segmentasi; (2) motivasi para pelanggan; (3) unmet-needs = kebutuhan yang belum terpenuhi.
3.1  Segmentasi
Segmentasi  sering menjadi kunci dalam  mengembangkansustainable  competitive  advantage  yang  didasarkan  dari diferensiasi,  biaya  rendah atau fokus  strategi.   Kenichi Ohmae, sudah lama menjadi kepala dari McKinsey di Jepang, mengatakan tentang sebuah   perusahaan truk, yang mencapai/ mendapatkan SCA, melalui  pemfokusan  pada  para pengecer dan konstruksi dasar. Perusahaan gas meninggalkan segmen-segmen yang  permintaannya berlebihan  dalam  tugas berat  di lapangan dan aplikasi pembaharuan untuk  pesaing-pesaingnya. Fokus produk line dikembangkan 20% biaya  keuntungan dan juga pelayanan kebutuhan lebih daripada 80% dari pasar truk. Harga terendah, nilai mesin produk line  segera merata untuk sebuah posisi dominan
Dalam sebuah strategi, segmentasi berarti identifikasi dari kelompok  konsumen/pelanggan terhadap perbedaan respon dari kelompok pelanggan lain untuk strategi kompetitif. Strategi segmentasi menggabungkan  identifikasi  segmen  dengan program  untuk  menyampaikan  tawaran-tawaran kompetitif untuk segmen itu. Pengembangan dari strategi segmentasi yang sukses menghendaki konsepsi,  pengembangan  dan  evaluasi  dari  tawaran-tawaran kompetitif (competitive offering). 
Segmentasi itu berkaitan dengan mencari jawaban atas pertanyan-pertanyaan berikut; •Siapa yang menjadi pelanggan terbesar ? Mana yang paling menguntungkan ? Besarkah pelanggan potensialnya ? Apakah para  pelanggan dapat dikelompokkan menjadi suatu group-group yang  logis didasarkan dari kebutuhan, motivasi-motivasi &  karakteristiknya?

3.2  Motivasi Para Pelanggan
Motivasi  dari pelanggan dapat dianalisis  melalui  2 tahap yakni;  motivasi oleh mereka yang senang pada pilihan  merk dan  motivasi pada mereka yang senang pada klas produk  yang dipilih.  Memahami dari semua motivasi secara garis  besar dapat sangat membantu dalam  membuat arah bagan pertumbuhan. 
Pengetahuan tentang motivasi dapat memberikan pemahaman dari ada hubungannya antara asset dan skill.  Kehadiran dari  satu-satunya  asset  kuat atau  skill  yang  terutama menaggapi motivasi dapat memperlengkap dasar untuk sustainable competitive advantage/SCA. Karena kunci dari  motivasi pelanggan fast-food adalah: kesenangan, lokasi yang strategis,  yang akhirnya dapat  memberikan  SCA. Jika motivasi  utama dari pembeli-pembeli gourment (= orang yang pandai  memilih makanan dan minuman yang enak) makan makanan yang  diinginkan sekali itu enak, untuk dapat mempertahankan hidup perusahaan, maka perusahaan  harus  menawarkan citra rasa yang  unggul.
Untuk dapat memotivasi pelanggan-pelanggan, dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut.  Mengapa para pelanggan memilih dan menggunakan merk  favorit ?; Elemen-elemen apa dari produk/servis yang paling banyak mereka nilai ?; Apa tujuan para pelanggan ?; Apa yang  benar-benar  mereka  beli ?; Apakah motivasi para pelanggan dapat diubah ?

3.3  Unmet-Needs = Kebutuhan Yang Belum Terpenuhi.
Bagian ketiga dari analisis pelanggan ini adalah unmet-need (Kebutuhan yang belum terpenuhi).  Unmet-need berkaitan dengan jawaban-jawaban atas pertanyaan betrikut; Mengapa banyak pelanggan yang tidak puas ? Mengapa banyak pelanggan berganti merk atau supplier ? Seberapa besar problem dan akibatnya dari pelanggan ? Apakah unmet-needs dapat diidentifikasi ? Apakah beberapa dari konsumen tidak menyadari ? Apakah unmet-needs menjadi titik peluang bagi pesaing ?
Kebutuhan yang belum terpenuhi (unmet-need) adalah: kebutuhan pelanggan yang  sekarang tidak bisa ditemukan oleh tawaran-tawaran produk sekarang. Sebagai contoh: industri coklat dapat menggunakan kategori gula kesehatan dan juga variasi-variasi yang lain. Penjualan dari komputer portable kecil mendapat rintangan untuk beberapa tahun karena industri tersebut  kekurangan flat displays dengan kualitas yang memadai dan harga yang pan-tas. Industri makanan bayi memerlukan kemasan yang tidak mudah pecah, kecil dan tidak mencemari lingkungan.
Unmet needs  adalah  strategi  yang penting karena kebutuhan yang belum terpenuhi menggambarkan kesempatan untuk perusahaan-perusahaan  ang ingin menambah pangsa pasarnya (market share) atau membuat sebuah pasar.  Unmet need dapat juga menggambarkan ancaman untuk menetapkan perusahaan dimana mereka dapat menjadi pengaruh untuk pesaing-pesaing untuk memutuskan kedudukan yang mantap.
  
IV.  Benchmarking Zero Defect
Benchmarking adalah proses pengukuran produk, jasa, praktik kegiatan yang dilakukan secara terus menerus terhadap para pesaing yang paling ulet, terhadap pesaing yang paling dekat dan terhadap institusi yang menjadi pemimpin industri.   Benchmarking adalah metode mengukur unjuk kerja proses penyelenggaraan pendidikan tinggi (sesuai dengan standar yang disepakati) untuk mengidentifikasi praktik unggul (best practices) yang bertujuan mempercepat peningkatan mutu secara berkelanjutan.  
Dengan demikian, benchmarking tidak hanya sekadar memindahkan sistem dari satu institusi ke institusi lain, tetapi diperlukan upaya kreatif dan inovatif sesuai dengan kondisi, budaya, dan kemampuan. Sementara itu, institusi yang dijadikan acuan/pembanding akan terdorong untuk melakukan perbaikan pengelolaan dan meningkatkan standar mutu.

4.1  Manfaat Benchmarking
Salah satu dasar pemikiran perlunya benchmarking adalah bahwa tidak ada gunanya mengasingkan diri untuk berusaha menemukan proses baru yang dapat meningkatkan standar mutu dan pelayanan, apabila proses itu sendiri sudah ada. Apabila sebuah perguruan tinggi memiliki proses yang lebih baik, maka hal yang logis dilakukan perguruan tinggi lainnya adalah mengadopsi dan kemudian melakukan penyempurnaan hingga mencapai bentuk yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi perguruan tinggi yang bersangkutan. Adapun manfaatbenchmarking sebagai berikut.
a.    Perubahan Budaya
Benchmarking memungkinkan perguruan tinggi untuk menetapkan standar baru. Proses ini memiliki peranan yang besar dalam meyakinkan setiap orang dalam perguruan tinggi terhadap keunggulan standar yang ingin dicapai.
b.    Perbaikan kinerja
Benchmarking memungkinkan sebuah perguruan tinggi untuk mengetahui gapantara standar internal dengan eksternal. Keadaan ini mendorong para pengelola perguruan tinggi untuk meningkatkan kinerja manajemen dan standar mutu.
c.    Peningkatan Sumber daya manusia
Benchmarking memberikan dasar bagi peningkatan SDM. Adanya gap antara standar internal dengan eksternal memungkinkan para pengelola (dekan, ketua jurusan, dosen) untuk melakukan peningkatan dengan  upaya-upaya kreatif dan inovatif. Upaya tersebut memerlukan keterlibatan semua pihak. Melalui keterlibatan tersebut, semua pihak mengalami peningkatan kemampuan dan ketrampilan.
d.    Penetapan Visi dan Misi Perguruan Tinggi
Setiap perguruan tinggi memiliki visi dan misi. Dengan visi dan misi yang jelas, perguruan tinggi diharapkan mampu mengantisipasi dinamika perkembangan masyarakat lewat sumbangan pikiran dan tindakan nyata dalam penyelesaian masalah. Benchmarking dapat dimanfaatkan untuk menetapkan visi dan misi perguruan tinggi tersebut.  
e.    Credit Transfer System (CTS)
Benchmarking akan membantu perguruan tinggi meningkatkan standar mutu sehingga perguruan tinggi tersebut setara dengan perguruan tinggi yang di-benchmark. Adanya kesetaraan standar mutu akan memungkinkan kedua perguruan tinggi itu melakukan credit transfer system. Untuk itu, diperlukan  kerja sama atau menjalin networking yang luas baik nasional, regional, maupun internasional.

4.2  Kunci Keberhasilan Benchmarking
Benchmarking akan berhasil bila didukung oleh semua unsur yang terlibat. Tanpa adanya dukungan, keterlibatan, dan komitmen dari pimpinan, maka tidak mungkin dilaksanakan benchmarking. Adapun unsur-unsur pendukung keberhasilan benchmarking secara lengkap adalah sebagai berikut.
a.    Komitmen terhadap perubahan
b.    Mengarah pada visi dan misi
c.    Keterbukaan terhadap ide baru
d.    Semua proses terdokumentasi
e.    Benchmarking berkelanjutan

4.3  Hambatan-hambatan terhadap keberhasilan benchmarking
Ada beberapa hambatan terhadap keberhasilan benchmarking antara lain:
a.    Subjek benchmarking terlalu luas
b.    Perencanaan yang kurang baik
c.    Komposisi tim
 benchmarking yang kurang baik
d.    Dukungan yang kurang dari pimpinan

Referensi
Miarso, Yusufhadi Prof.Dr, (2007) Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta : Prenada Media
Parawiradilaga, Dewi Salma & Eveline Siregar (2007) Mozaik Teknologi Pendidikan, Jakarta, Prenada Media

Sumber :
http://blog.unila.ac.id/imadesulatra/archives/34
17 Agustus 2009


Tidak ada komentar:

Posting Komentar